Oleh Dr Chazali H. Situmorang*

KPU sudah mengumumkan rencana Debat Capres dan Cawapres pasangan Calon Jokowi – Ma’ruf Amin, dengan pasangan calon Prabowo Subianto – Sandiaga Salahudin Uno, dalam empat kali putaran di media elektronik ( Radio dan Televisi).

Adapun agenda debat, tentative adalah debat Pertama: TVRI, RRI, Kompas TV dan RTV.Tema Debat: Hukum, HAM, Korupsi & Terorisme.Tanggal / Tempat: 17 Januari 2019 di Hotel Bidakara.

Debat Kedua (capres-capres): RCTI, GTV, MNC TV dan iNews TV. Tema Debat: Energi dan Pangan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dan Infrastuktur.

Debat Ketiga (cawapres-cawapres): Trans TV, Trans 7 dan CNN Indonesia TV Tema Debat: Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan serta Sosial dan Kebudayaan. Tanggal /Tempat: 17 Maret 2019 di Hotel Sultan.

Debat Keempat (capres-capres): Metro TV, SCTV dan Indosiar. Tema Debat: Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan serta Hubungan Internasional. Tanggal /  Tempat: 30 Maret 2019, tempat belum ditentukan.

Tema-tema debat menarik, dan relevan dengan substansi Nawa Cita, serta RPJPN  2005-2025, yang memasuki tahap akhir yang harus  tetap menjadi acuan karena perintah Undang-Undang ( UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang RPJPN 2005 – 2025),  dan menjadi referensi juga dalam menyusun visi dan misi Capres ( platform), dalam setiap substansi kampanye yang disampaikan kepada rakyat.

Pada debat Capres dan Cawapres, ada kewajiban bagi petahana ( Jokowi)  disamping menyampaikan rencana lanjutan program kerja sesuai RPJPN  yang sudah pada tahap akhir dari 5 putaran RPJM, juga harus menjelaskan kepada rakyat atas realisasi janji-janji sewaktu kampanye  yang sudah, belum dan sisa pekerjaan yang harus diselesaikan berdasarkan dokumen Nawa Cita dan juga janji-janji lisan yang terekam secara digital sebagai bentuk tanggung jawab moral Presiden kepaada rakyat yang telah memilihnya.

Bagi kandidat Capres dan Cawapres penantang petahana ( Prabowo-Sandi), dengan tema debat dimaksud, tentu lebih fokus tentang bagaimana caranya merumuskan formula program untuk melanjutkan pekerjaan yang belum dapat diselesaikan sesuai dokumen RPJM 2014-2019, dan menyelesaikan putaran akhir RPJPN 2005-2025 yang dituangkan dalam RPJM 2020-2025.

Disamping itu, penantang petahana harus juga menyampaikan penilaian kritis terhadap petahana atas program-program yang sudah dijanjikan dalam kampanye 2014 yang lalu yang belum terealisasi, untuk diketahui masyarakat.

Tentu dengan niat jika penantang yang dipilih rakyat, tidak akan mengulangi  kegagalan pemenuhan janji seperti yang dilakukan petahana. Disamping itu penantang dapat juga menyampaikan platform program strategis dan terfokus untuk mempercepat proses  pembangunan dan distribusi kesejahteraan masyarakat sesuai dengan perintah konstitusi negara Adil dan Makmur.

Pemenuhan Janji Petahana

Dalam debat yang berlangsung dalam 4 putaran, diprediksi akan berlangsung dinamis, panas, dan dikhawatirkan akan saling serang, dan sifatnya akan menyimpang dari substansi program. Yang paling sensitif jika ditujukan pada titik lemah personal, sebagai upaya untuk mengalihkan akan berbagai janji program yang belum dapat dilaksanakan.

Jika keduanya sudah “menghajar titik lemah personal” maka moderator harus mampu tegas dan mengendalikannya. Dalam situasi seperti inilah diperlukan moderator yang memang harus moderat dalam mengatur lalu lintas pembicaraan. Dan harus mampu menghentikan pembicaraan  jika melanggar  koridor atau rambu-rambu yang sudah  ditetapkan KPU.

Suasana debat Capres 2019 memang berbeda dengan debat Capres 2014. Sebab Pilpres 2014 adalah sama-sama capres yang “memperebutkan” kekuasan sebagai Presiden, sebab petahana (SBY) tidak lagi bisa ikut  menjadi Calon Presiden sesuai amanat Konstitusi.  Jadi saling menjajagi kekuatan masing-masing. Ternyata Jokowi menang dan Prabowo kalah tipis.

Bagi petahana,  sebenarnya peluang menangnya sangat besar, jika semua janji-janji kampanye yang tercatat ada sebanyak 66 butir dipenuhi  yang tentunya akan berdampak pada kesejahteraan rakyat, serta sikap politiknya yang memberikan suasana kondusif bagi ummat Islam secara keseluruhan, tidak terbawa/berpihak  pada kepentingan kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok lainnya di kalangan ummat Islam.

Kenapa membangun suasana bathin dan rasa aman dan tenteram ummat Islam secara keseluruhan menjadi kewajiban Presiden untuk melakukannya, karena ummat Islam adalah penghuni asli dan pemilik Republik Indonesia terbesar bersama ummat lainnya.

Seluruh janji kampanye Jokowi 2014 yang lalu, tentu sebagian sudah masuk dalam Nawa Cita (RPJM 2014-2019), dan sebagian terlepas tidak masuk dalam dokumen RPJM 2014-2019, sebagaimana diuraikan di atas.

Tetapi jika sebagian besar janji  yang tetuang dalam Nawa Cita, maupun yang terlepas dari dokumen Nawa Cita,  tidak bisa di penuhi oleh petahana, tentu merupakan persoalan besar  dan ibarat bola salju yang mengelinding semakin besar, dan menghantam petahana.

Sudah dapat diduga  debat Capres yang 4 putaran tersebut  bagi petahana merupakan upaya untuk menahan gelindingan bola salju yang semakin membesar,  agar tidak menggilas petahana.

Gelindingan bola salju tersebut antara lain janji untuk:   membeli kembali Indosat; tidak impor beras, gula, dan buah-buahan; membangun 50.000 puskesmas; tidak bagi-bagi kursi Menteri ke Partai Pendukungnya Jokowi;  janji tak berada di bawah bayang Megawati; menurunkan harga sembako; swasembada pangan (Kemandirian Pangan alias tidak impor pangan); janji besarkan Pertamina kalahkan Petronas dalam 5 tahun; janji Cetak 10.000.000 lapangan kerja;  janji membentuk Bank Khusus Nelayan ; janji Batasi Bank Asing; janji kepemilikan Tanah Pertanian untuk 4,5 juta Kepala Keluarga dan Perbaikan Irigasi di 3 juta hektar sawah;  memperkuat KPK (meningkatkan anggarannya 10x lipat, menambah jumlah penyidik, regulasi);  meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan; menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM di masa lalu. ( sebagaian dari 66 janji Jokowi).

Sebaiknya, petahana jangan terjebak memarketingkan keberhasilannya saja, tetapi juga secara jujur mengakui berbagai janji kampanye yang belum dipenuhi  dengan menggunakan alasan yang logis dan masuk akal.  Termasuk upaya konkrit yang dilakukan terkait kebijakan politik yang mengayomi ummat Islam, dan menempatkan posisi ulama  sebagai partner umara.

Petahana juga harus jujur, bahwa keberhasilan yang dicapai tidak boleh mengabaikan, meniadakan, menutupi  apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. Sebab pembangunan itu adalah proses panjang  dan berkesinambungan.

Kalau sifatnya meneruskan ya katakanlah hanya meneruskan. Kalau ada yang baru sebagai _legacy_ ya sampaikan juga secara faktual.  Termasuk besarnya utang, bagaimana penggunaan utang tersebut benar-benar untuk pembangunan tanpa kebocoran.  Sebab saat ini ada 2 kementerian (PUPR dan PORA), yang terkena OTT oleh KPK yang menggunakan APBN cukup besar.

Bagi Capres dan Cawapres Prabowo – Sandi,  juga harus  dapat mengendalikan diri untuk tidak terus-menerus “menembakkan” 66 peluru rudal (janji)  ke petahana, tetapi juga secara objektif menyebebutkan bahwa dari 66 janji tersebut ada juga yang memang berjalan baik, lancar dan bermanfaat bagi rakyat.

Disamping itu Paslon PADI dalam forum debat,  jangan kehilangan momentm untuk mengutarakan rencana-rencana unggulan yang _feasible_, tidak muluk-muluk, sebagai antitesa terhadap banyaknya janji-janji petahan yang akhirnya tidak dapat dipenuhi. Disamping berkomitmen menyelesaikan sisa pekerjaan pemerintahan sebagai bagian dari keseninambungan pembangunan.

Jika persoalan-persoalan program dengan tema-tema yang sudah digariskan oleh KPU dalam debat Capres-Cawapres di media elektronik, dalam 3 bulan kedepan, secara konsisten dipatuhi oleh para tim perumus materi kampanye masing-masing calon,  dan diharamkannya “penyerangan” yang bersifat personal, maka debat tersebut akan menjadi forum terhormat, dan bangsa Indonesia sudah menunjukkan kelasnya sebagai bangsa yang  demokratis, dan bermartabat.

Dan jika sebaliknya yang terjadi, dimana  debat berubah mnejadi forum pertengkaran, penyerangan pribadi, propaganda kosong, ancam-mengancam,  mengungkap aib, maka KPU harus menghentikannya.  Dan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  Dan kita bersiap-siaplah akan dicap sebagai bangsa “bar-bar” yang tidak paham berdemokrasi,  dan akan mendapatkan posisi terpuruk dalam pergaulan dunia.

Pilihannya ada pada para Tim Kampanye dan masing-masing Paslon. Jika tidak mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta rakyat Indonesia, maka jangan sampai rakyat mencari jalannya sendiri untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Seorang patriot sejati adalah yang berani bertarung untuk membela negaranya, walapun harus berhadapan dengan pemerintahnya.

Semoga pada awal tahun 2019 ini, kita memperbaiki tekad untuk menjadi patriot sejati yang berjuang untuk membela Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Cibubur, 1 Januari 2019

*Dr Chazali H. Situmorang, penulis adalah dosen FISIP Universitas Nasional (Unas) Jakarta, pemerhati kebijakan publik.

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini