JAKARTA ( Eksplore.co.id) – Ketua Aliansi Profesional Indonesia Bangkit (APIB) DKI Jakarta Erick Sitompul meminta pemerintah untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan DPR. Setidaknya menunda dulu 3-4 tahun ke depan untuk mencegah terjadinya eskalasi lebih besar demo para buruh dan mahasiswa.
Erick yakin, penolakan serupa juga akan diikuti komponen masyarakat lainnya. Perlawanan buruh dan mahasiswa yang menolak pengesahan UU Omnibus Law pecah di berbagai kota dalam beberapa hari ini. Jakarta, Bandung, Serang, Kerawang, Medan, Tarakan, Jambi, Makasar hingga kota kecil industri seperti Cikarang dan banyak kota lainnya menjadi ajang demonstrasi besar-besaran para buruh yang dibantu para mahasiswa. Di Jakarta, Bandung, dan Serang, demontrasi berujung bentrok dengan aparat.
Lagi pula, I ata Erick, tidak ada urgensinya memaksakan UU itu saat ini. Untuk apa dikejar UU itu, mengingat saat ini situasi global terkait pandemi covid-19 membuat seluruh investor dari negara kaya juga lagi tiarap. Semua investor saat ini menunda proyeknya terkait situasi perekonomian global yang memburuk di semua negara.
Para investor menunggu reda pandemi covid-19. Diperkirakan baru mulai akan membaik sekitar 2-3 tahun lagi. “Lantas untuk apa UU omnibus law dipercepat lahir. Lain halnya kalau pemerintah pusat punya kesepakatan tertutup dengan negara tertentu yang saat ini sudah terbebas dari wabah covid-19 seperti negara China Tiongkok agar para investor dari negara itu menanam modalnya di Indonesia,” kata Erick, Rani (7/10/2020) di Jakarta.
Namun, kata Erick, tetap saja hal itu tidak ada relevansinya, toh investor dari negara China masih melihat dan menunggu apakah pandemi covid-19 sudah stop sebelum 2 -3 tahun ini di Indonesia. Apakah mereka berkepentingan cepat atau tidak untuk investasi di sektor pertambangan dan energi yang memang menjadi prioritas negara tersebut.
Sebaliknya, kalau memang Tiongkok ingin cepat berinvestasi di Indonesia karena kebutuhan ekspor bahan tambang. “Itu artinya memang benar dugaan banyak pengamat ekonomi bahwa UU Omnibus Law dikejar pemerintah pusat dan DPR karena ingin melayani masuknya investor China Tiongkok semata,” tuturnya.
Menurut Erick, kalau investor China Tiongkok bukan menjadi target mendesak UU Omnibus Law Cipta Kerja dalam jangka pendek, lantas untuk kepentingan mendesak apa pula UU itu dipaksakan lahir. “Kalau untuk kepentingan pengusaha swasta nasional berarti tujuannya untuk memberi kebebasan seluasnya kepada perusahaan swasta nasional dan perusahaan BUMN untuk mengeksploitasi para buruh,” kata Erick yang mengaku pernah menjadi karyawan perusahaan-perusahaan milik salah satu konglomerat.
Erick yang juga Direktur Eksekutif BUMN Care berpendapat, UU penanaman modal kita masih cukup memadai untuk mengatur investasi asing dan dalam negeri. Demikian juga UU ketenagakerjaan kita masih cukup memadai mengatur soal ketenagakerjaan dan melindungi kaum buruh. “Kenapa mesti dipaksakan 12 klaster UU dijadikan dalam sebuah omnibus law. Tidak ada yang mendesak kok. Kalau alasan pemerintah itu UU dimaksud untuk menarik interest investor asing untuk datang ber investasi ke Indonesia secara global, maka jawabnya juga tidak relevan , karena umumnya investor asing lebih mengutamakan berinvestasi di sebuah negara dengan iklim investasi yang kondusif, baik dari segi politik, sosial, dan keamanan,” ujarnya.
Menurut Erick, justru dengan banyaknya perlawanan gigih para buruh dan mahasiswa saat ini akan membuat investor asing semakin ragu untuk datang. “Saya gak mengerti siapa konseptor RUU omnibus law ini. Apakah mereka paham nggak dengan persoalan investasi dalam negeri dan investasi asing,” ungkap Erick yang
mengaku tiga tahun meneliti masalah hukum investasi asing dan dalam negeri saat penelitian tesis S2 Hukum Bisnis di Fakultas Hukum Unpad.
Karena itu, disarankan agar pemerintah lebih baik fokus dulu bersama masyarakat menyelesaikan dan menangani wabah covid-19 yang semakin meluas klasternya di negara kita saat ini. “Bantu Pemprov dan warga DKI seoptimal mungkin karena DKI harus dipercepat dan diperluas penanganan tracking, testing dan treatmentnya,” katanya.
Sedangkan untuk sektor ekonomi jauh lebih penting pemerintah memperluas areal pangan dan hortikultura sebagai lumbung pangan nasional sebagai antisipasi krisis pangan dunia. “Juga prioritaskan permodalan kecil bagi petani dan pelaku UMKM yang jumlahnya puluhan juta orang di Indonesia. Itu jauh lebih penting untuk membuat ekonomi negara kita bisa survive 2 – 3 tahun ke depan di masa pandemi corona. Lupakan dulu soal soal UU Omnibus Law Cipta Kerja. Itu tidak urgent saat ini,” tegas Erick. (bn)