Ketua Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR Habib Aboe Alhabsy. (foto parlementaria/H&B)

JAKARTA (Eksplore.co.id) – Aspirasi masyarakat dari berbagai elemen yang menolak RUU Haluan Idiologi Pancasila (HIP) semakin tak terbendung. Karenanya Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Habib Aboe Alhabsy menyarankan agar pemerintah dan DPR duduk bersama membatakan RUU yang diduga hendak mengganti Pancasila dengan Ekasila.

“Pemerintah memang telah menyampaikan akan melakukan penundaan pembahasan RUU HIP, namun sepertinya statemen ini saja tidak cukup. Pasalnya aksi demonstrasi penolakan RUU HIP oleh berbagai elemen masyarakat masih terus berlangsung di berbagai tempat. Mereka minta bukan sekadar penundaan pembahasan. Tentu ini harus didengarkan dengan baik, apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” ujar Habib, Rabu (8/7/2020).

Dia juga mengingatkan, jika di belakang hari ada yang tetap ngotot ingin membahas, tentu justru menimbulkan pertanyaan untuk siapa sebenarnya RUU tersebut. Jika masyarakat menolak, lalu kenapa masih ada pemaksaan untuk pembahasan. “Oleh karenanya sebaiknya RUU ini didrop dari Prolegnas,’’ kata anggota Fraksi PKS DPR ini.

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Baleg DPR RI Mulyanto. Jika hanya sekadar menunda pembahasan, Mulyanto justru menilai sikap pemerintah itu plin-plan. Sebeumnya, Peemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah menunda membahas RUU tersebut.

Pernyataan Mahfud ternyata bertentangan dengan Menkumham Yasonna Laoly. Dalam rapat kerja Evaluasi Prolegnas 2020, Laoly menyatakan, pemerintah belum memutuskan sikap, dan masih mengkaji RUU tersebut. Dan terbaru, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan, bahwa ada kelompok yang ingin menghantam Pemerintah, padahal pemerintah telah jelas-jelas menolak RUU HIP.

“RUU HIP ini sebenarnya bisa dihentikan pembahasannya dengan menggunakan berbagai mekanisme politik. Kalau ada niat politik, banyak jalan dan dasar untuk mencabut RUU HIP dari daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Ada pembenarannya, baik dalam UU No 12 Tahun 2011 ataupun dalam Peraturan DPR No 1 Tahun 2020. Masalahnya apakah pemerintah dan DPR punya political will untuk itu,” ungkap Mulyanto.

Menurut Mulyanto, Pasal 70 UU No.12 Tahun 2011 menyatakan, RUU yang belum dibahas dapat ditarik. Bahkan pada pasal 71 pada UU tersebut menyatakan, RUU yang sedang dibahas antara pemerintah dan DPR sekalipun dapat ditarik melalui suatu prosedur yang ditetapkan. Itulah kenapa pada Rapat Kerja Tripartit DPR-DPD dan Pemerintah pada 2 Juli 2020 lalu , sebanyak 16 RUU dicabut dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020.

Senada dengan Habib, kata Mulyanto, kalau Bamus dan Pimpinan DPR berkeinginan untuk mencabut RUU HIP, maka ini dapat dilaksanakan. Sekarang bolanya ada di tangan pemerintah, kalau pemerintah benar-benar menolak RUU HIP, seperti yang dikatakan Menkopolhukam Mahfud MD, maka penolakan itu dapat dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada DPR RI.

“Atau dengan cara tidak menulis Surat Presiden (Surpes) dan DIM (daftar isian masalah) kepada DPR dalam waktu 60 hari setelah menerima surat dari DPR tentang RUU HIP, yang jatuh pada tanggal 20 Juli 2020. Kalau lewat dari tanggal 20 Juli 2020, Presiden tidak mengirim Surpres dan DIM terkait RUU HIP kepada DPR, maka otomatis tidak akan terjadi pembahasan RUU ini di DPR,” tutur anggota DPR dari Daerah Pemilihan Banten III ini. (ban)

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini