JAKARTA – EKSPLORE (29/11/2018) – Dua komoditas unggulan Indonesia, yaitu sawit dan karet kini sedang masa pacekluk menyusul jatuhnya hargcwa di tingkat dunia. Bahkan menduduki posisi terendah dalam empat tahun terakhir ini.
BUMN Care menyarankan pemerintah agar menyetop secara total perluasan atau pengembangan tanaman perkebunan kelapa sawit dan karet milik perusahaan besar nasional. “Penyetopan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya berlimpahnya produksi (supply) yang tidak seimbang dengan terbatasnya kebutuhan konsumsi (demand) pasar dunia,” kata Direktur Eksekutif BUMN Care Erick Sitompul di Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Menurut Erick, perkebunan besar itu agar lebih fokus pada upaya peningkatan spec kualitas produksi milik inti dan plasma serta melakukan program replanting dengan penggunaan bibit unggul bagi tanaman tua yang sudah tidak produktif.
Usulan tersebut sekaligus menanggapi langkah pemerintah sebagaimana di sampaikan Presiden Jokowi dalam hal membantu solusi terhadap dunia usaha perkebunan sawit dan karet. Caranya dengan membantu menyerap hasil biodiesel sawit oleh PT Pertamina dengan program B20 bio solar industri dan karet sebagai campuran pengaspalan jalan oleh proyek proyek PUPR. Hal itu memang bagus tetapi tetap tidak dapat menjadi solusi ideal sepenuhnya mengingat kemampuan kapasitas industri bio diesel dalam negeri sangat terbatas. Sedangkan untuk menyesuaikan pembelian harga CPO menjadi BioSolar pihak PT.Pertamina juga harus membeli lebih mahal dan menjual kepada kalangan industri dengan harga lebih tinggi seperti terjadi pada kenaikan harga bio solar per 1 November 2018 menjadi Rp.13.300 / ltr. Harga bulan sebelumnya hanya Rp.12.100/ ltr. “Hal ini menjadi beban biaya yang lebih besar bagi kalangan industri kecil menengah. Ujung-ujungnya akan timbul pengurangan produksi di kalangan industri dan PHK banyak pekerja,” tutur Erick lagi.
Erick mengemukakan, pemerintah bersama perusahaan perkebunan besar nasional baik perusahaan milik BUMN dan swasta nasional juga harus memprioritaskan percepatan pembangunan kawasan industri terpadu hulu dan hilir sawit di beberapa sentra produksi sawit dan karet. Contoh lambatnya penyelesaian pembangunan kawasan industri hulu hilir Sawit sei. Mangke Asahan, Sumut. Sudah lebih 10 tahun belum juga selesai semua. BUMN Care berpendapat, hal ini merupakan contoh betapa pemerintah kita selama ini tidak antisipasif terhadap terjadinya perubahan harga CPO. Kenaikan harga itu sendiri akibat semakin kuatnya minat masyarakat Eropa terhadap minyak bunga matahari dan menguatnya minat industri hilir karet dunia terhadap karet sintetis.
Menurut Erick, sebaiknya dibangun industri hulu hilir sawit dengan mempercepat pembangunan pabrik pabrik bio diesel dan oleo kimia beserta industri turunan seperti fatty acid, fatty alkohol, glicerin, metil rster, dan asam steareat, sebagai bahan baku industri shampo, sabun, kosmetik, obat-obatan, dan puluhan jenis industri kebutuhan konsumsi dunia yang demand nya terus meningkat harus segera dimilik indonesia. Kebutuhan Industri hilir CPO dan Rubber ini kan sudah di ketahui pemerintah sejak awal tahun 2000 an, tapi pemerintah dan pengusaha CPO & Karet terus keenakan menikmati ketergantungan bagusnya harga industri hulu yg menguntungkan selama ini.
Pembangunan infra struktur pemerintah tahun tahun ke depan harus di geser dari fokus pembangunan jalan tol, bandara, PLTU, pelabuhan pelabuhan yang belum jadi prioritas kebutuhan bangsa indonesia. Pembangunan infrastruktur harus di prioritas kepada pembangunan kawasan industri komoditas andalan negara kita, karena di situlah merupakan episentrum industri yang perlu diperbanyak karena terkait langsung dengan percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Di kawasan itu termasuk paling banyak penyerapan tenaga kerja dan para pengusaha kecil menengah dan sebagai. “Hal itu merupakan imbas terjadi multiplier effect ekonomi yang sangat luas,” kata dia. (b1)