KETIKA COVID-19 “meledak” di awal Januari 2020, ekonom dan pebisnis yakin punya harapan: ekonomi dunia masih dapat dikendalikan (manageable). Krisis corona, imbasnya terhadap ekonomi dunia, dianggap masih seperti lemparan cakram (lempar lembing) dalam olah raga. Jauh dekatnya lemparan cakram
masih bisa diprediksi berdasarkan kekuatan dan ketahanan sang atlit. Atlitnya adalah negara-negara besar yang menjadi lokomotif ekonomi dunia.

Tiga bulan kemudian, ternyata harapan itu sirna. Kejatuhan ekonomi, di luar dugaan, sangat dalam. Jauh lebih dalam ketimbang dampak runtuhnya Lehman Brothers di AS tahun 2008/2009. Bangkrutnya Lehman Brothers akibat terkaparnya perusahaan properti di AS saat itu, menyebabkan efek berantai terhadap pasar uang di New York dan networknya. Akibatnya bursa efek di seluruh dunia terguncang. Negara-negara maju dan berkembang yang sistem keuangannya masih berbasis dolar AS kelimpungan.

Jika kasus Lehman Brothers saja mampu mengguncang ekonomi dunia, apatah lagi pandemi corona yang ril di depan kita. Kenapa demikian?

Krisis pandemi corona menghajar tiga fondasi ekonomi dunia sekaligus. Yaitu krisis demand (permintaan), krisis suplai (persediaan), dan krisis financial market (pasar uang). Tiga faktor yang selama ini menggerakkan ekonomi dunia, kini nyaris berhenti. Sektor ril dan sektor moneter pun di ambang keruntuhan.

Kita lihat gambarannya. Karena takut penularan covid, orang menjauhi toko dan pusat perbelanjaan di kota . Pengunjung resto dan bioskop juga menunda kedatangannya, takut tertular corona. Ini artinya permintaan terganggu. Begitu pula penyediaan barang terhambat karena adanya pembatasan transportasi. Wisata dan liburan terhenti. Manusia takut terkoneksi satu sama lain. Takut tertular dan terinveksi virus corona.

Di pihak lain, salah satu suply chain terpenting — yaitu kapasitas produksi — menurun drastis. Ini karena banyak buruh tak bisa lagi bekerja efektif. Penyebabnya, pembatasan aktivitas untuk mencegah penularan corona. Fenomena seperti ini terjadi secara global. Dan dampaknya luar biasa. Pergerakan ekonomi melemah. Bahkan nyaris pingsan.

Berikutnya, perusahaan pun mengalami hambatan. Produksinya menurun. Akibatnya keuntungan perusahaan melorot. Bahkan merugi. Hal ini menyebabkan aset perusahaan menyusut. Dampaknya, nilai saham perusahaan di bursa efek jatuh. Kondisi ini menyebabkan perdagangan di bursa saham dan pasar uang terjungkal.

Ketiga faktor tersebut saling berkaitan. Produksi turun. Permintaan turun. Pasar keuangan turun. Lapangan kerja turun. Kecuali satu yang naik, pengangguran. Kondisi ini, berlangsung sangat cepat, tak terkira. Penyebabnya, pandemi corona.

Ya, karena pandemi corona, orang takut keluar rumah. Takut tertular covid. Untuk mencegah penularan corona, pemerintah membatasi pergerakan orang. Toko dan pusat-pusat ritel ditutup. Penerbangan dibatasi. Dampaknya, jumlah turis anjlok. Selanjutnya hotel kosong. Karyawan hotel di-PHK. Petani suplier makanan, sayuran, dan buah di hotel-hotel merugi. Karena hasil pertaniannya tak laku. Kini, semua lini bisnis secara berantai terdampak covid. Kondisi ini tak terbayangkan sebelumnya. Kejadiannya begitu cepat. Seperti tingkat penularan corona.

What next? Seberapa besar ekonomi dunia akan terjatuh? Belum ada yang tahu. Orang masih meraba-raba. Masih terlalu banyak ketidakpastian. Dan ini terkait dengan kapan pandemi lenyap dari muka bumi.

Banyak pertanyaan dan harapan. Bilakah musim panas menghentikan pandemi? Harapannya, untuk Indonesia dan negeri tropis lain yang berada di khatulistiwa, di musim panas, virus corona mati.

Tapi? Masalahnya bumi itu bulat. Di Indonesia, memang musim panas. Lalu bagaimana belahan bumi lain? Sedang musim dingin. Jangankan di lain benua, di satu negara saja, dari satu wilayah ke wilayah lain iklimnya bisa berbeda. Di Indonesia saja, misalnya, di kawasan Barat musim hujan. Tapi di kawasan Timur musim kemarau. Ini artinya, jika faktor musim jadi harapan untuk menghentikan pandemi, jelas tak memadai.

Terus apa? Obat atau vaksin anticorona ditemukan! Ini pun belum pasti. Pertanyaannya, apakah obat dan vaksin itu ampuh untuk virus corona yang sudah bermutasi? Padahal, faktor mutasi genetik corona sudah terjadi. Di Wuhan, asal corona, misalnya, sudah ditemukan empat mutan baru corona. Salah satunya, lebih ganas dari virus edisi pertama yang meledak di Wuhan akhir tahun 2019 lalu itu.

Itulah sebabnya, masa depan ekonomi dunia terkait pandemi masih sulit diprediksi. Warwick McKibbin, Gurubesar makroekonomi di Australian National University (ANU) dan Roshen Fernando, juga pakar makroekonomi dari ANU, membuat simulasi tiga skenario ekonomi akibat pandemi.

Skenario pertama bila pandemi ringan (low pandemic scenario). Pada pandemi ringan, GDP negara-negara besar seperti AS, Jerman, Prancis, Itali, dan negara maju lain akan turun 2% di tahun 2020 dari kondisi normal (tanpa pandemi). Jika pandemi berlangsung sedang (middle pandemic scenario), ekonomi mereka turun 5%. Dan bila pandemi itu berat (worst pandemic scenario) ekonomi turun 8-9 persen. Jauh di atas dampak krisis Lehman Brothers yang turun 2 –2,5 %.

Menurut McKibbin dan Fernando, besaran kerugian eknoomi global akibat pandemi akan sangat besar, karena GDP sebuah negara terkait pula dengan negara lain. Ini terjadi karena adanya pertalian pada rantai suply dan demand secara global.

Manusia tidak tahu pasti, kapan pandemi yang menyebar ke seluruh dunia akan berakhir. Empat raksasa ekonomi dunia — AS, Cina, Jepang, dan Jerman saja — kini mengalami kejatuhan parah. Amerika, misalnya, telah mengguyur 2 Trilyun USD lebih untuk menstimulasi perekonomiannya. Hasilnya, belum kelihatan. Malahan pengagguran bertambah. Begitu pula yang terjadi di China, Jepang, dan Jerman. In terjadi karena bayang- bayang covid yang mematikan masih lebih berat menghantui warga ketimbang ekonomi.

So what? Masalah kematian jelas di atas ekonomi. Ekonomi bisa dipulihkan. Tapi siapa yang bisa menghidupkan orang mati? Karena itu, sebelum berpikir panjang tentang pemulihan ekonomi, sebaiknya seluruh dunia fokus dulu untuk menghentikan pandemi. Itulah yang seharusnya menjadi urusan terpenting dari setiap negara di dunia. Menghentikan pandemi tanpa kompromi. Setelah pandemi selesai, baru melangkah ke pemulihan ekonomi.

*penulis Dr HM Amir Uskara M.Kes, ketua Fraksi PPP DPR RI
.

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini