
JAKARTA (Eksplore.co.id) – Satu lagi yang bakal dinaikkan tarif atau beayanya oleh pemerintah. Yaitu, bea materai, dari semula Rp6 ribu, akan dinaikkan menjadi Rp10 ribu. Mengingat sekarang masyarakat sedang menghadapi krisis ekonomi akibat pandemi covid-19, kenaikan tarif baru ajan diberlakukan pada 1 Januari 2021.
Selama ini bea materai memiliki dua tarif yakni Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar. Selain itu, batas nominal dokumen yang yang dikenai bea meterai, yaitu di atas Rp 5 juta.
Kenaikan bea materai itu diajukan bersamaan dengan diajukannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Materai ke DPR.
Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR dengan Pemerintah pada Rabu (3/9/2020) di ruang rapat DPR menyetujui pembahasan RUU itu ke pembicaraan tingkat II, yaitu pembahasan di tingkat paripurna. Rapat dipimpin Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
Dito Ganinduto mengatakan, pada pembicaraan tingkat I, hampir semua Fraksi di Komisi XI menyetujui RUU ini dibawa ke paripurna. Dari sembilan fraksi, tercatat hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) yang memberikan catatan.
“RUU Bea Meterai tadi telah kita sepakati bersama pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, untuk kemudian kita sampaikan kepada Pimpinan DPR untuk dilakukan pembahasan tingkat II di Paripurna nanti untuk disahkan,” kata Dito. Dia menjelaskan, pembahasan RUU itu telah berlangsung sejak 2018. Kemudian carry over dalam Prolegnas 2020 ini dan menghasilkan draf rancangan yang berisikan 32 pasal.
Menkeu Sri Mulyani memaparkan, ada perubahan 6 klaster RUU Bea Meterai yang disusun berdasarkan perubahan zaman dan lebih memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Pada pembahasan tingkat Panitia Kerja (Panja), telah disepakati berbagai penyesuaian kebijakan mengenai Bea Meterai, untuk mengganti regulasi yang selama 34 (tiga puluh empat) tahun belum pernah mengalami perubahan. Hal tersebut dilakukan guna menyesuaikan kebijakan pengenaan Bea Meterai dengan kondisi ekonomi, sosial, hukum, dan teknologi informasi yang telah berkembang sangat pesat.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan bea materai tetap berpegang pada asas kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Ada tujuh dari RUU Bea Materai yang diungkapkan Menkeu.
Poin pertama, ada penyesuaian yang dituangkan dalam RUU Bea Meterai tersebut adalah penyetaraan pemajakan atas dokumen. Saat ini, terjadi ketidaksetaraan pemajakan atas dokumen karena Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai hanya mengatur mengenai pemajakan atas dokumen dalam bentuk kertas sehingga diperlukan regulasi dalam bentuk Undang-Undang untuk menjangkau pengaturan Bea Meterai pada dokumen elektronik yang berkembang dengan cepat. Penyesuaian ini diharapkan terjadi kesetaraan pengenaan Bea Meterai atas dokumen non-kertas, sehingga lebih memberikan rasa keadilan atas pengenaan Bea Meterai.
Poin kedua, perindustrian pada tarif dan batasan nilai dokumen yang dikenai Bea Meterai. Menkeu menyebut bahwa tarif yang ada pada RUU baru tersebut berupa single tarif yaitu Rp 10.000. Namun Menkeu menyebut, masih memberikan pemihakan pada kelompok usaha kecil dan menengah.
Tarif Bea Meterai dan batasan nilai dokumen yang memuat jumlah uang yang dikenai Bea Meterai dalam RUU ini telah didesain sedemikian rupa, dengan tetap memperhatikan pertumbuhan usaha kecil, mikro, dan menengah, serta tetap menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat. “Tarif Bea Meterai disepakati sebesar Rp10.000 dan batasan nilai dokumen yang memuat jumlah uang yang dikenai Bea Meterai disepakati sebesar Rp5 juta,” katanya.
Poin ketiga, ada penyesuaian pada RUU tersebut berupa penyempurnaan pengaturan mengenai saat terutang dan subjek Bea Meterai secara terperinci per jenis dokumen. Ada penyempurnaan administrasi pemungutan Bea Meterai dalam rangka memberikan kepastian hukum.
Poin keempat, yaitu pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan meterai elektronik. Pengembangan teknologi pembayaran Bea Meterai merupakan langkah kongkret yang harus dilakukan sebagai tindak lanjut dari pengenaan Bea Meterai atas dokumen elektronik.
Namun Menkeu menyatakan, Pemerintah tetap akan melakukan secara sederhana dan efektif sehingga tidak menimbulkan transaction cost yang tinggi.
Poin kelima adalah pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai atas dokumen tertentu yang diperlukan untuk kegiatan penanganan bencana alam, kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial, serta dalam rangka mendorong program Pemerintah dan melaksanakan perjanjian internasional.
Poin keenam. Menkeu mengatakan, penyesuaian yang ada pada RUU ini mencakup pengaturan mengenai sanksi, baik sanksi administratif atas ketidakpatuhan dan keterlambatan pemenuhan kewajiban pembayaran Bea Meterai. Juga menyangkut sanksi pidana untuk meminimalkan dan mencegah terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana pembuatan, pengedaran, penjualan, dan pemakaian meterai palsu atau meterai bekas pakai.
Poin ketujuh, dalam penerapannya, pemerintah sangat memahami kondisi masyarakat Indonesia yang mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. (bs)