Ingin Buat Draf Tandingan RUU, Menag Dinilai Tak Tahu Aturan
JAKARTA – EKSPLORE (2/11/2018) – Komisi VIII DPR mengingatkan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifudin agar mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya yang berkaitan dengan tata cara pembuatan undang-undang (UU). Peringatan Komisi VIII DPR tersebut terkait dengan pengajuan usul inisiatif pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Pasalnya, tak sepakat dengan draf RUU yang duajukan DPR, Menag Lukman Hakim justru membuat draf sandingan RUU tersebut. Sesuai fengan UU Nomor 12 Tahun 2013 tentang tata cara pembentukan peraturan perundangan. “Tugas menteri itu bukan buat RUU baru untuk menandingi RUU yang telah diinisiasi oleh DPR, tetapi membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU tersebut,” tutur Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang, dalam keterangannya yang diterima Eksplore, Jumat (2/11/2018).
Sebelumnya diberitakan, Menag Lukman Hakim berencana membuat draf sandingan RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Rencana Lukman itu disampaikan melalui akun twitternya. Dia beralasan rencana membuat draf tandingan itu dilatarbelakangi adanya keluhan dan masukan dari berbagai pihak atas RUU inisiatif DPR tersebut. “Saya menerima banyak keluhan terkait isi RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Kemenag akan segera membuat rancangan persandingannya berdasarkan pertimbangan atas masukan dari masyarakat,” tegas Lukman.
Soal itu, kata Marwan, menteri seharusnya menampung masukan dan aspirasi berbagai pihak tersebut dalam DIM, bukan membuat draf baru. Menurut Marwan, langkah menteri agama itu sepertinya tidak mengerti mekanisme penyusunan undang-undang. “Sebagai mantan anggota DPR seharusnya beliau memahami mekanisme dan tata cara pembentukan undang-undang” tandas Marwan yang juga wakil ketua Fraksi PKB DPR.
Marwan pun mengutip ketentuan Pasal 49 UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada ayat (1) berbunyi, “Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden”. Selanjutnya, pada ayat (2), “Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.”
Itu sebabnya, lanjut Marwan, dalam hal RUU Pesantren dan Pandidikan Keagamaan usulan DPR tersebut, terhitung sejak surat DPR diterima oleh Presiden maka dalam waktu 60 hari Presiden menugaskan pada Kementerian terkait untuk mempersiapkan pembahasan dengan menyiapkan DIM pemerintah.
Selanjutnya menteri melakukan pembahasan bersama DPR RI setelah surat jawaban dari Presiden diterima DPR. Sebelumnya, RUU tersebut diputuskan menjadi RUU usul inisiatf DPR pada 16 Oktober 2018. Draft RUU dan surat pimpinan DPR telah disampaian kepada Presiden.
Komisi VIII DPR, kata Marwan, menyadari RUU ini memang masih perlu disempurnakan. Untuk itu dia mengimbau agar masyarakat dan pihak-pihak terkait tidak risau atas kekurangan RUU ini. Sebab masih dibuka ruang pada saat pembahasan untuk memberi masukan dan koreksi. “Justru kami meminta dan mengimbau kepada masyarakat, khususnya pihak-pihak terkait, untuk memberikan masukan selama pembahasan untuk penyempurnaan RUU tersebut,” tuturnya menyudahi pernyataannya. (b1)