oleh Dr Memet Hakim MS*

SAAT masalah migor muncul, para konsumen kelabakan, terutama emak-emak atau ibu-ibu. Setelah ada solusi yang terlihat seolah-olah membela konsumen, tapi malah petani kelapa sawit ikut menjadi korban. Alih-alih menyelesaikan masalah migor, malah timbul lagi masalah lagi yakni anjloknya harga TBS. Jadi korban kebijakan pemerintah sekarang adalah emak-emak dan petani sawit. Yang pasti jumlahnya puluhan juta orang.

Harga Wajar TBS

Menurut kalkulasi kasar yang terakhir harga CPO = 1.400 USD – Biaya Keluar dan PE sekitar 488 USD = Harga net 912 USD (Perhatikan besaran Biaya Keluar dan Besaran Pungutan Ekspor).

Harga TBS yang wajar adalah  (912 x Rp 14.500 x 21%) – Biaya Olah Rp 150/kg TBS = Rp 2.627/kg TBS. Pabrik dapat untung dari kelebihan rendemen yang umumnya dicapai antara 23-24%, bahkan ada yang 26%, tapi ada juga yg hanya 19% plus Hasil penjualan Kernel sebanyak 5 % @ Rp 5.000/kg = Rp 250/kg TBS.

Pendapatan Pemerintah berupa Bea Keluar & Pungutan Ekspor = 488 USD x 14.500 X 21% = Rp 1.486/kg TBS. Jadi sebenarnya harga TBS jika mengikuti harga pasar adalah =Rp 4.113/kg TBS.  Dari hasil perhitungan terlihat bahwa Pemerintah telah tega mengambil uang petani sawit sebesar 36%, bukan main !!!. Belum ditambah PPn 11% barangkali.

Harga yang terjadi di lapangan antara sekitar Rp 1.500/kg TBS. Kesimpulannya petani dikeroyok diambil uangnya oleh pemerintah sebesar Rp 1.486/kg TBS dan oleh pabrik sawit sekitar Rp 2.627- 1.500  = Rp 1.127/kg TBS.

Kasihan petani tidak berdaya, sudah diperas oleh pemerintahnya, diperas juga oleh pengusaha mitranya.

Belum tuntas masalah migor, timbul lagi kebijakan yang aneh, beli migor harus memakai aplikasi PeduliLindungi, artinya beli migor terkait dengan penjualan vaksin.  Artinya yang belum divaksin harus divaksin dulu untuk beli migor. Inilah fakta akal-akalan dalam kemasan kebijakan pemerintah yang sangat menguntungkan pebisnis.

Belum habis kegaduhan ini, timbul lagi kegaduhan baru. Beli pertalite dan solar yang merupakan kebutuhan sehari-hari harus memakai aplikasi MyPertamina yang terkoneksi ke aplikasi Link Aja.  Donlot aplikasi dan daftarnya sampai siap pakai. Kalau yang gaptek dan kalangan orang tua pasti mengalami kesulitan. Belum lagi iklannya banyak, artinya memang sengaja pemerintah ingin membuat rakyatnya susah.

Ujungnya jika mau beli BBM  harus deposit dana di Link-Aja dulu, bayangkan berapa banyak uang rakyat yang dipaksa parkir oleh pemerintah akibat kebijakan ini. Siapa yang diuntungkan? Yang pasti pengguna dana tersebut bukan rakyat, tapi pebisnis lagi  yang bermain.

Mungkin kita masih ingat saat harga minyak bumi turun, harga BBM kita kan tidak ikut turun. Sekarang harga minyak bumi naik, pembelian BBM dipersulit. Ujungnya bisa ditebak, supaya BBM subsidi beralih ke non subsidi. Rakyat lagi yang diperas habis-habisan. Lagi-lagi pemerintah telah dzolim pada rakyatnya sendiri.

Akhir Juni 2022
*pengamat masalah sosial, alumni Unpad

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini