Oleh Ki Darmaningtyas*

APA itu RUU Cipta Kerja? RUU Cipta Kerja adalah Rancangan Undang-undang yang di bentuk dengan metode Omnibus Law, yang memuat klaster yang sangat luas dengan 11 (sebelas) klaster pembahasan, dan total 79 undang-undang terdampak, serta terdapat 1.244 Pasal, 1.028 halaman. RUU ini kalau disahkan mempunyai dampak sistemik dan masif terhadap ragam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apa itu RUU Cipta Kerja Klaster Pendidikan?
Klaster Pendidikan diatur pada Pragraf 12 pasal 67-72, yang mengubah menghapus dan menetapkan peraturan baru dari 6 U; UU Sisdiknas (20/2003), UU Pendidikan Tinggi (12/2012), UU Guru dan Dosen (14/2005), UU Pendidikan Kedokteran (20/2003), UU Kebidanan (4/2019), dan UU Perfileman (33/2009).

Apa saja pasal-pasal krusial yang diubah, dihapus dan diganti dalam pendidikan dan kebudayaan? Dalam perubahan dan penyederhanaan UU No. 12 Tahun 2021 tentang Pendidikan Tinggi ada dua persoalan yang sangat krusial, yakni dihapusnya Pasal 1 butir (2) yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia serta dihapusnya prinsip nirlaba dalam pengelolaan perguruan tinggi dalam Pasal 63.

Badan hukum pendidikan dapat berprinsip Nirlaba (Pasal 53), Perguruan (tinggi) asing yang membuka cabang di Indonesia tidak harus terakreditasi di negaranya dan tidak wajib bekerjasama dengan lembaga pendidikan (tinggi) Indonesia (Pasal 65), Pelanggaran sanksi administratif, sanksi pidana dan denda dihapus (Pasal 67, 68, 69), Sertifikasi guru dan dosen tidak wajib bagi guru/dosen lulusan perguruan luar negeri terakreditasi (pasal 45:2), Penyelenggara/satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi administrative saja (Pasal 78), Otonomi pengelolaan perguruan tinggi, prinsip nirlaba dihapus (Pasal 63), Program studi tidak wajib diakreditasi (Pasal 33:6-7), dan beberapa persyaratan perguruan tinggi asing dihapus (Pasal 90).

Kenapa klaster pendidikan dan Kebudayaan harus dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja?
Bertentangan dengan Pembukaan UUD Tahun 1945 yang yang mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sedangkan pasal 31 UUD 1945 hasil amandemen jelas sekali bahwa pendidikan itu adalah hak setiap warga dan pemerintah wajib membiayainya (ayat 1 dan 2).

RUU Cipta Kerja memasukkan pendidikan sebagai badan usaha sehingga ijin mendidikan sekolah/perguruan tinggi pun menjadi ijin mendirikan badan usaha pendidikan. Ini jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 maupun pasal 31 UUD 1945 tadi.

Pengaturan pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja akan berimplikasi hilangnya nilai, karakteristik, pendidikan yang berbasis kebudayaan serta telah menegasikan peran kebudayaan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal itu sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang memerintahkan negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Semangat dari RUU Cipta Kerja klaster pendidikan ini adalah komersialisasi, privatisasi, dan liberalisasi pendidikan, baik pada jenjang pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA/SMKA, hingga perguruan tinggi.
Peran penyelenggaraan pendidikan tinggi keagamaan, oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dihilangkan, sehingga kementerian urusan Agama tidak akan memiliki kewenangan untuk mengontrol pendidikan tinggi keagamaan yang diselenggarakan di Indonesia.

Dihapuskannya peran pemerintah daerah dalam proses perizinan pembentukan lembaga pendidikan sebagai akibat dari adanya sentralisasi perizinan pada Pemerintah Pusat. Kondisi ini bertentangan dengan spirit desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD Tahun 1945.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, maka kami memohon kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI untuk mengeluarkan klaster pendidikan dan kebudayaan dari pembahasan RUU Cipta Kerja.

Biarkan Pendidikan dan Kebudayaan diatur dengan undang-undang tersendiri, seperti yang ada selama ini. Bila UU yang mengaturnya perlu direvisi, maka revisi tersebut dilakukan terlepas dari pembahasan RUU Cipta Kerja.

Jakarta, 21 September 2020

*pengurus PKBTS (Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa)

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini