Ilustrasi Nelayan Tradisional

JAKARTA (Eksplore.co.id) – RUU Omnibus Law berpotensi mengancam mata pencatian nelayan tradisional. Seharusnya, nelayan tradisional justru terlindungi oleh RUU tersebut.

Menurut Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, terdapat sejumlah dampak yang akan dialami oleh masyarakat pesisir jika RUU ini disahkan. Dampak tersebut diataranya nelayan-nelayan kecil maupun nelayan tradisional yang menggunakan perahu di bawah 10 gross tonnage (GT) serta menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, berpotensi harus mengurus perizinan perikanan tangkap.

Tak hanya itu, ujar dia, RUU tersebut menyamakan nelayan kecil dan nelayan tradisional dengan nelayan skala besar, nelayan yang menggunakan perahu di atas 10 GT.

“Padahal, nelayan kecil dan nelayan tradisional diperlakukan khusus oleh UU Perikanan, karena mereka ramah lingkungan serta tidak mengeksploitasi sumber daya perikanan,” kata Susan dalam keterangannya, Rabu (5/02/2020).

Susan mengingatkan bahwa RUU Omnibus Law juga bakal menguatkan posisi tata ruang laut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah Peisisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Namun, lanjutnya, sampai dengan akhir tahun 2019, baru sebanyak 22 Provinsi di Indonesia telah merampungkan pembahasan peraturan daerah zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Perda Zonasi).

“Artinya, ada 12 provinsi lainnya yang belum menyelesaikan pembahasan perda zonasi yang merupakan tata ruang lautnya,” katanya.

Ia berpendapat bahwa dari 22 Perda Zonasi yang telah disahkan, ruang hidup masyarakat pesisir yang merupakan pemegang hak utama, tak mendapatkan porsi yang adil.(ps)

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini