DASAR otak udang, mikir, simpan dan buang kotoran jadi satu. Inilah yang harus jadi bahan evaluasi kita, agar tidak terpapar otak udang!

Kebanyakan kita tidak fair dalam menganalisis suatu masalah, apa lagi jika didahului dan mengedepankan sektor egois dan emosional secara sempit.

Sehingga pemikiran diarahkan hanya kepada akibatnya tanpa menelusuri sebabnya.Apalagi jika diimbuhi dengan kekuasan dan wewenang melaksanakan penegakan hukum. Ini cara berpikir yang kolot dan sempit.

Marilah kita bersama-sama kaji dan telusuri sebab akibat yang dikaitkan dengan penegakan hukum di Indonesia.

Bagi kita yang awam lebih gampang menyalahkan BIN, yang mempunyai peranan dan tugas pokok sebagai pencegahan atau meniadakan segala kejadian yang tidak diinginkan / tidak kondusif terhadap negara ini. Apakah kejadian seperti ini sudah diantisipasi?

Suatu kejadian menyangkut politik yang melibatkan anak-anak sekolah yang sangat mungkin tidak memahami keadaan politik itu sendiri. Mereka lebih pada posisi dalam ranah setia kawanan, ikut-ikutan, gak mau ketinggalan, nggak mau dibilang kampungan dan apa kek.

Jadi ada satu hal prinsip yang ditinggalkan yaitu pengabaian terhadap situasi dan kondisi desakan / tekanan.

Bayangkan..begitu multi kompleknya permasalahan hanya diberi waktu 100 hari oleh presiden, diiming imingi dua jempol jika DPR dapat menyelesaikan UU OMNIBUS LAW.

Akibatnya dengan berbagai cara dan upaya, kejar tayang dipaksakanlah pekerjaan itu, hingga seperti kita saksikan detik-detik terakhir pengesahan itu ketika ada seorang Benny K Harman dari fraksi Demokrat berupaya mencegahnya.

Dan…dengan angkuhnya pimpinan sidang yang juga didampingi ketua DPR mempertontonkan kesaktian ototnya.

Alhasil…timbullah lonjakan reaksi cepat dari berbagai elemen masyarakat termasuk para pelajar.

Kemajuan iptek terutama komunikasi melalui media sosial seperti WhatApp, Instragram, Facebook, Twitter, dan lain-lain, tentu ikut memacu dan memicu kejadian ini. Jadi marilah kita jangan mengeneralisasi permasalahan tanpa menelusuri sebab akibat.

Secara pribadi saya mengatakan DPR lah yang mengawali ini semua. Jika DPR tidak membuat ulah seperti ini, tidak akan ada aksi / demo seperti ini.

Tanpa menyepelekan aparat POLRI sebagai manusia biasa, yang bisa lapar, haus, cape, jengkel tentunya bisa terbawa oleh situasi dan kondisi dadakan.

Maka, secara pribadi, saya lebih mengarahkan agar aparat penegak hukum lebih fokus dan intens untuk menindak seberat beratnya terhadap anggota dan pimpinan sidang serta ketua DPR, untuk bertanggung jawab atas kejadian ini semua.

Jangan sampai otak udang ini menular kemana mana, sehingga Polisi ikut terpapar otak udang ini, yang menjadikan semakin ruwet dan menumpuknya kesalahan ini kepada para anarkis.

Kita semua harus sadar, anarkis itu diawali oleh cara cara anarkis anggota dan pimpinan sidang / DPR sewaktu mengambil keputusan /kebijakan.

Hal ini merangsang anarkis oknum-oknum pengunjuk rasa yang akhirnya juga memunculkan anarkis oknum aparat penegak hukum / kepolisian.

Jadi yang terlibat anarkis bukan semata para oknum pendemo saja, tapi juga parara oknum kepolisian, terlebih lagi para peserta sidang yang terlibat.

Kesimpulannya, dalam penegakan hukum kita senantiasa berpedoman kepada azas azas hukum, yang mengikat dan memaksa, tanpa mengabaikan sebab akibat.

Bandung, 11 Oktober 2020

*Purnawirawan TNI AD, panglima Tritura, pemerhati pertahanan dan keamanan NKRI.

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini