
JAKARTA (Eksplore.co.id) Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) meminta tahapan pendisiplinan masyarakat dilakukan dengan pendekatan humanistis dan persuasif, walaupun melibatkan aparat TNI dan Polri.
Upaya ini tidak harus berbentuk hukuman fisik atau denda, namun ini dilakukan dengan penyadaran secara humanistis untuk menaati protokol kesehatan.
“Aparat kepolisian dan TNI tidak membawa pentungan apalagi senjata, mereka cukup dibekali cadangan masker dan hand sanitizer,” kata Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Lestari Moerdijat, Sabtu (30/5/2020).
Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan sebanyak 340.000 personel TNI dan Polri akan dilibatkan dalam proses penegakan disiplin masyarakat untuk memasuki kondisi kenormalan baru di masa pandemi Covid-19.
Jumlah itu akan bertugas di 1.800 titik yang tersebar di empat provinsi serta 25 kabupaten dan kota.
Pelibatan TNI membantu Polri dipahami Rerie, panggilan akrab Lestari Moerdijat, untuk menegakkan disiplin masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan di masa wabah COVID-19 di Tanah Air.
Karena, jumlah masyarakat yang akan diminta disiplin ebih banyak dibandingkan jumlah aparat kepolisian.
“Meski begitu dalam tata laksana pendisiplinan masyarakat, pemerintah hendaknya mengacu pasal 30 UUD 1945, yang pada ayat 3 dan 4,” ujarnya.
Pasal (3) menyebutkan TNI terdiri atas Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU) sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
Untuk ayat (4) berisi Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
“Upaya pendisiplinan masyarakat di masa wabah COVIF-19 lead sector-nya adalah Kepolisian RI, bila Kepolisian kekurangan personel bisa minta bantuan kepada TNI,” jelasnya.
Proses pendisiplinan yang dilaksanakan aparat Polri dan TNI dilakukan sosialisasi cara mencuci tangan, mencuci masker kain dengan benar, budaya antre dengan jarak minimal satu meter dan menghindari kerumunan.
“Teknis komunikasinya lebih ke arah persuasif bukan semata-mata perintah yang hanya akan menimbulkan ketakutan kena sanksi bukan kesadaran,” tegasnya. (mam)