MATARAM – eksplore.co.id – Aspek legalitas dan pembinaan koperasi menjadi fokus utama bagi pengawasan koperasi. Hal itu diungkapkan Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno menyusul masih banyak kasus koperasi akibat melalaikan aspek legalitas seperti perizinan, badan usaha, AD/ART, maupun kepatuhan melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Di situlah peran dan fungsi Kedeputian Pengawasan dalam rangka membina dan menumbuhkembangkan koperasi di tanah air.
“Misalnya, di masa lalu koperasi begitu memiliki badan hukum, lalu boleh melakukan usaha apa saja dan di mana saja. Kalau sekarang tidak, semua ada aturannya, ada aspek legalitasnya,” tutur Suparno saat membuka acara Sosialisasi Sistem dan Pedoman /Petunjuk Teknis Pengawasan Kepatuhan Koperasi serta Pemeriksaan KSP/KSSPS/USP/USPPS Koperasi di Mataram, NTB, Selasa (18/6/2019).
Suparno menjelaskan, koperasi yang memiliki unit usaha transportasi, harus memiliki izin dari lima kementerian/dinas Perhubungan. Demikian pula yang menekuni pariwisata, juga harus memiliki izin dari Kementerian/Dinas Pariwisata.
“Aspek legalitas menjadi penting bila nanti muncul satu masalah dan harus berurusan dengan aparat penegak hukum, karena yang ditanya terlebih dulu adalah aspek legalitasnya,” katanya.
Menurut Suparno, tak hanya koperasi di daerah yang banyak menawarkan pinjaman sampai masuk ke pasar-pasar, namun juga koperasi besar yang membuka cabangnya di daerah. “Masih banyak temuan koperasi yang memberi pinjaman pada bukan anggota. Padahal, aturannya tidak boleh. Demikian juga koperasi besar yang membuka cabang di daerah, banyak melupakan aspek legalitasnya,” kata Suparno.
Dalam kasus seperti ini, pengawasan koperasi harus bisa tegas, namun tidak langsung mematikan mereka. “Aparat pengawas koperasi harus hadir di sana untuk membina dan menfasilitasi agar koperasi itu mengurus aspek legalitasnya. Baru kalau sudah dibina, diberi surat peringatan, kok tetap mbandel, maka izinnya bisa kita usulkan untuk dicabut,” ujarnya.
Suparno menambahkan, untuk menciptakan koperasi yang sehat, pendirian koperasi akan dipermudah, namun landasan-landasan pendiriannya harus diperkuat, sehingga koperasi bisa tumbuh secara berkualitas.
Kendala Permodalan
Sementara itu, Kadinaskop NTB Lalu Saswadi mengatakan, pihaknya terus mendorong koperasi-koperasi di provinsi NTB untuk melakukan RAT, sebagai salah satu syarat koperasi dinyatakan sehat.
“Musibah gempa di NTB Maret lalu memang banyak berdampak pada kelangsungan usaha UKM dan koperasi. Namun kami terus mendorong mereka untuk bangkit lagi, dan cukup banyak motivasi dari kementerian untuk kebangkitan lagi koperasi dan UKM di NTB ini pasca gempa,” kata Lalu Saswadi.
Ia menjelaskan, saat ini di NTB terdapat 4.110 koperasi. Yang masih aktif sebanyak 2.574 koperasi atau 62 %. Dari jumlah itu, yang sudah mengadakan RAT 2017 sebanyak 1.184 koperasi atau sekitar 46 %. Sedang, koperasi yang mengadakan RAT tahun buku 2018 sampai saat ini baru sekitar 38 %. “Kami berharap koperasi yang melakukan RAT tahun buku 2018, setidaknya bisa sama dengan tahun sebelumnya,” jelasnya.
Terkait koperasi tidak aktif yang sudah dibubarkan jumlahnya mencapai 453 koperasi. Di antara yang sudah dibubar, sebanyak 149 koperasi yang dibubarkan di 2017 dan 304 koperasi di tahun 2018.
Lalu Saswadi mengatakan, sebenarnya potensi berkembangnya usaha koperasi dan UKM di NTB cukup besar. “Misalnya sektor pertanian dan budidaya hasil perikanan dan kelautan seperti rumput laut. Namun kendala permodalan jadi salah satu hambatan.
“Kami ingin bisa mengakses langsung pendanaan dari LPDB bukan melalui chaneling lewat BPR. Sejauh ini baru tiga koperasi yang mendapatkan dana bergulir dari LPDB,” harapnya. Turut hadir dalam acara itu, Asdep Pemeriksaan Usaha Simpan Pinjam Koperasi Ahmad Helmawi Gofar dan Asdep Kepatuhan Suparyono. (ba1)