MAU tidak mau, suka tidak suka, Pemerintah harus berjibaku menghadapi dis orentasi, partai politik dan rakyat!
Apalagi jika dis-orentasi itu banyak dibebani janji janji tinggal janji, diperparah begitu beratnya perjalanan sebagai alat partai dan diperburuk tidak akrabnya dengan rakyat !
Ketiga hal ini menjadi penyelamat hingga babak akhir jika diperhatikan penuh bijak
Sebaliknya akan mempercepat tumbangnya suatu pemerintahan, jika menganggap sepele ketiga hal tersebut.
Saya bukan peramal, tapi ini analisis sebagai mantan direktur lembaga pendidikan tertinggi TNI, Sesko TNI, yang senantiasa dipenuhi bahasan untuk mengkaji problem solving melalui kajian / analisis integral, komprehensif, fragmatis praktis!
Hal-hal masa lalu, kini dan masa mendatang, disinkronkan dengan struktur dan kultur, yang solid dan valid, diacarakan dalam ruang dan waktu tertentu, yang senantiasa menjadi acuan dan picuan untuk memperoleh keberhasilan tujuan dalam mencapai sasaran minimal / maksimal.
Itulah yang memposisikan 11 –12 antara Lemdik Sesko TNI dan Lemhanas, dimana pendidikan Lemhanas pesertanya sipil dan militer menjadi seakan lebih atas, sedangkan pendidikan Sesko TNI, materi pelajarannya hanya sekitar 20% puncak Operasi Militer Gabungan (Ops Gab) dan sekitar 80 % pengetahuan sosial politik kebangsaan yang mirip diajarkan di Lemhanas.
Beberapa peristiwa, yang dialami di beberapa negara yang menganut pemerintahan sistem demokrasi seperti Amerika serikat, juga terjadi hal yang sama. Bahwa pemerintahan periode kedua adalah pemerintahan yang paling rawan, karena berupaya lebih membuat sensasi dibanding upaya memenuhi janji.
Dengan kata lain, jika pemerintahan Jokowi pada periode kedua ini tetap lebih mengutamakan sensasi dari pada memenuhi janji, di tengah-tengah dis-orientasi, cenderung sebagai jongos partai dan melawan aspirasi rakyat.
Meskipun didukung para elite yang sudah banyak makan garam dalam hal pengelolaan negara, niscaya akan lebih cepat tumbangnya.
Kecuali jika pemerintahan Jokowi mau mendengar, menampung, mempertimbangkan dan memutuskan kebijakan yang pro rakyat, yang mampu mewujudkan kebenaran dan keadilan, penegakan hukum, stabilnya ekonomi serta peningkatan dan perkuatan pertahanan dan keamanan negara.
Konkritnya…
Pemerintahan Jokowi tidak perlu ngotot mempertahankan UU Omnibus Law yang penuh kontroversi di mata rakyat. Setidaknya, menunda untuk evaluasi dan perbaikan, sosialisasi hingga benar-benar dipahami dan diterima rakyat untuk disetujui dan disepakati bersama.
Hal yang sama, bahkan lebih urgent, terkait RUU HIP / BPIP, karena sangat fundamental, menyangkut perubahan dasar negara, Pancasila, sumber segala sumber hukum di Indonesia, dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang sudah final dan harga mati, yang telah dikumandangkan pada 18 Agustus 1945.
Hendaknya kedua UU / RUU tersebut di atas, benar-benar menjadi kajian dan pemikiran yang komprehensif integral, agar tidak terus berbenturan antara aparat penegak hukum, TNI POLRI dengan Rakyat yang amat beresiko mahal dalam mengiringi dan mengawal kemajuan bangsa ini dalam upaya mensejajarkan / melebihi bangsa bangsa lain di dunia.
Jakarta, 21 Oktober 2020
*Sugeng Waras, pemerhati masalah pertahanan dan keamanan NKRI, purnawirawan TNI-AD