Oleh DR Masud HMN*

UCAPAN Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarawati baru baru ini bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kemungkinan diperpanjang. Pernyataan tersebut tidak lain sebagai isyarat berlanjutnya resesi ekonomi.

Karena Pembatasan kegiatan masyarakat seiring dengan turunnya kegiatan ekonomi dan itulah pangkalnya resesi. Malang tidak bisa ditolak, mujur tak bisa diraih. Resesi menerpa apa mau dikata.

Bukan itu saja, minggu lalu televisi CNBC (7/7/21) menyiarkan berita tingkat perekonomian Indonesia terjun bebas dari peringkat Negara berpenghasilan menengah atas (3.876 US Dollar atau setara 56 juta rupiah pertahun) terhenyak kelevel menengah bawah atau 3.976 dolar setara 51 juta pertahun.

Ini berarti hampir menyentuh Negara miskin dunia versi Bank Dunia, setara dengan Negara Timor Leste, Somalia di Afrika. Pendapatan perkapitanya berkisar mulai 995 US Dollar (Kontan.co.id, 7/7/21).

Ekspektasi kedepan dapat dinarasikan level harapan kosong, no hopes, atau sengsara sedang menanti. Namun apalah daya. Soal nasib dan retak tangan, demikian ungkapan kata orang Melayu.
Semua alasan ditumpukan karena masa pandemi Covid 19, ekonomi retail macet, pengangguran bertambah diiringi perusahaan yang banyak tutup alias collapsed. Ditambahi lagi dengan pertumbuhan ekonomi minus, negatif. Padahal harapannya pertumbuhan ekonomi ada pada level 6 persen setahun. Tidak bertemu panggang dengan api alias gagal. Sebagai contoh perbandingan Indonesia dan Singapura masa pandemi Singapura masih tumbuh diatas 14 persen.

Bayangan akibat dari faktor di atas itu jelas, tidak bisa dibantah. Tinggal bagaimana menghadapi masalah resesi tersebut. Tujuannya mengatasi secara optimal.

Meminjam pendapat Faisal Basri bahwa ada 6 hal yang dapat dilakukan yaitu: Pertama, meneruskan kegiatan lapangan kerja yang ada, sambil mengusahakan lapangan kerja yang ada.Kedua, ekspor. Ini pelu ditingkatkan mengingat tidak semua bidang ekspor terganggu oleh pandemi. Ketiga, belanja konsumsi. Ini perlu didorong dengan bantuan pemerintah memberi bantuan sosial masyarakat. Keempat, pembangunan sarana dan prasarana harus diteruskan, meski dalam gangguan berkurangnya anggaran. Kelima, investasi energi. Ini perlu dilakukan untuk menciptakan terbentuknya energi baru. Keenam , penanggulangan pandemi dengan memutus mata rantai penularan pandemi, seperti penerapan pembatasan kegiatan masyarakat.

Demikian enam hal pendapat Faisal Basri, yang intinya berupa mendorong usaha, peningkatan konsumsi masyarakat dan penanggulangan pandemi Covid 19 ( CNN Indonesia.com, November 2020).
Agaknya resesi yang melanda Indonesia dalam bentuk merosotnya aktivitas ekonomi seperti pengangguran, turunnya daya beli masyarakat, pengangguran dan sebagainya akan berlangsung lama mulai membahayakan. Karena itu perlu dicari upaya mengatasinya.

Akhirnya Penulis tetap percaya resesi ini bukanlah segala-galanya. Jika ada pendapat resesi ini akan merontokkan Indonesia ya tidak begitu juga. Masih ada solusi. Ekonomi masih kini berjalan, hanya tidak seperti sebelum pandemic.

Sekali lagi, inilah kenyataan pahit yang harus kita terima. Dengan membangun sikap optimisme dan dilarang putus asa, karena putus asa adalah dosa.

*penulis Adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta.
Email :masud.riau@gmail.com

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini