Penandatanganan kerjasama antara DPD Aspekti DKI Jakarta dengan Tim Blockbok Singapura untuk mengembangkan teknologi blockchain di Jakarta, Rabu, 24 April 2019.

JAKARTA – Pembangunan Kota Jakarta yang pesat tak bisa lepas dari pengaruh evolusi industry 4.0. Sebagai bagian dari evolusi industry 4.0 adalah teknologi berbasis blockchain. “Karena itu, saatnya kita wujudkan DKI Jakarta menuju smart city dengan cara menerapkan system ekonomi berteknologi blockchain,’’ kata Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Perusahaan & Konsultan Telematika Indonesia (Aspekti) DKI Jakarta Nasfi Burhan.

Menurut Nasfi, sudah saatnya kita membangun kota Jakarta yang dapat dijadikan contoh bagi kota-kota lainnya di Indonesia. Sebab, smart city pada hakekatnya merupakan perwujudan dari masyarakat yang adil dan makmur. Hal itu diungkapkan Nasfi saat Pembukaan Musyawarah Provinsi (Musprov) ke-III Aspekti DKI Jakarta, Musyawarah Daerah Asosiasi Perusahaan Teknik Mekanikal dan Elektrikal (Aspek) DKI Jakarta, serta Musda Persatuan Perusahaan Penunjang Pertambangan Umum dan Migas (P4M) DKI Jakarta, di Jakarta, Rabu (24/4/2019).

Nasfi menjelaskan, dengan teknologi backchain, proses belajar-mengajar di dunia pendidikan tidak membutuhkan ruang sekolah atau kuliah yang besar. Blockchain juga dapat memutus mata rantai perdagangan hasil bumi. Dengan demikian, petani dapat langsung berhubungan dengan pasar tanpa harus melalui tengkulak atau pedagang perantara. “Dengan demikian, petani akan mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan jika harus menjual ke tengkulak,’’ kata dia.

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa blockchain diciptakan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008 dan dimanfaatkan sebagai buku besar untuk transaksi publik cryptocurrency bitcoin. Desain bitcoin ini juga telah mengilhami aplikasi-aplikasi lain. Di Singapura, teknologi blockchain dimanfaatkan untuk membantu kegiatan bisnis di pelabuhan. Teknologi ini bisa mempersingkat masa tunggu kapal atau dwell time, juga untuk melakukan verifikasi transaksi terkait ekspor dan impor.

Sebagai langkah konkret, kata Nasfi, Aspekti DKI Jakarta berencana membangun Institut Blockchain Indonesia. Untuk itu, pihaknya akan bersinergi dengan pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Aspekti juga menggandeng Tim BlocBox Singapura yang dipimpin Kenny Koh.

Soal itu, Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta Ricki Marojahan Mulia di tempat yang sama, mengungkapkan keyakinannya  dengan peran dan kemampuan kalangan asosiasi yang ada di Jakarta, termasuk Aspekti, P4M, dan Aspek. ‘Kami berharap, dengan blockchain, kita dapat mewujudkan masyarakat Jakarta sebagai smart city,’’ kata Ricki saat mewakili Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekda Pempriv DKI. Smart city di Jakarta meliputi enam pilar, yaitu smart governance, smart people, smart living, smart mobility, smart economy, dan smart environment.

Karena itu, Ricki berharap para pengusaha di Jakartayang tergabung dalam Aspekti, P4M, dan draftert, dapat memanfaatkan peluang pengadaan barang atau pekerjaan yang ada di unit-unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang ditangani Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa. Untuk tahun 2019, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta mencapai Rp 89,08 triliun.

Barry W Purba, ketua Aspek DKI Jakarta menambahkan, saat ini persaingan bisnis global sangat ketat.  Menurut Barry yang juga wakil ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, mereka yang mampu menguasai teknologi digital lah yang akan memenangkan kompetisi bisnis. Yang penting, kata Barry, jangan sampai ada monopoli di bidang usaha. ‘’Artinya, jangan sampai proyek-proyek pemerintah daerah dikuasi kelompok usaha tertentu,’’ ujarnya.  

Usai acara pembukaan, diadakan diskusi panel tentang penerapan teknologi backchain dengan menghadirkan empat narasumber. Yaitu pakar ekonomi syariah dan perintis Dinar Nusantara Zaim Saidi, Kenny Koh dari Blocbox Singapura, Ricki M Mulia, dan praktisi bisnis Yudianto Tri. Acara ini dipandu Mariska Lubis yang juga Ketua Hubungan Luar Negeri DPP Aspekti.

‘’Blockchain bisa mengurangi kebutuhan uang riil dan diganti dalam bentuk kripto. Yang jelas, teknologi blockchain dapat dimanfaatkan untuk mengontrol arus keuangan,’’ kata Kenny.

Jika mata uang digantikan bentuk bitcoin, Zaim menyatakan alat tukar yang riil itu adalah dinar dan dirham. Sebagai pengganti nilai tukar, dinar dan dirham tak terpengaruh dengan kurs mata uang. “Sebab, nilai tukar dinar dan dirham dari dulu hingga sekarang tak berubah,” tutur pendiri Wakala Nusantara yang bergerak menyosialisasikan penggunaan dinar dan dirham di Indonesia.

Menutup diskusi, Mariska menyimpulkan, teknologi blockchain bukannya tak berkendala. “Selama ada korupsi, blockchain tak akan berkembang,” ujar Mariska. (ba1)

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini